Dalam budidaya padi, penggunaan pupuk kimia yang
semakin bertambah setiap tahunnya telah merusak tanah. Hal tersebut dapat
dilihat dengan semakin menurunnya produktivitas lahan pertanian. Oleh karena
itu, diperlukan suatu upaya untuk memperbaiki kondisi tanah yang rusak. Salah
satu solusi dari masalah tersebut adalah dengan penggunaan bahan pembenah
tanah.
Berdasarkan
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02 Tahun 2006, yang dimaksud dengan pembenah
tanah adalah bahan – bahan sintetis atau alami, organik atau mineral yang
berbentuk padat atau cair yang mampu memperbaiki sifat fisika, kimia, dan
biologi tanah.
Sedangkan
dikalangan ahli tanah, pembenah tanah dikenal sebagai soil conditioner yang
secara lebih spesifik diartikan sebagai bahan-bahan sintetis atau alami,
organik atau mineral, berbentuk padat maupun cair, mampu memperbaiki struktur tanah,
dapat merubah kapasitas tanah menahan dan melalukan air, serta dapat memperbaiki
kemampuan tanah memegang unsur hara, sehingga unsur hara tidak mudah hilang,
dan tanaman masih mampu memanfaatkannya.
Bahan pembenah
tanah dikenal ada dua jenis yaitu pembenah tanah organik dan pembenah tanah anorganik.
Pembenah tanah organik salah satunya seperti blotong, lateks, sedangkan pembenah
tanah anorganik misalnya zeolit, kapur pertanian, dan fosfat alam.
Bahan organik
tanah baik dalam bentuk pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, sisa tanaman, dan
lain sebagainya, merupakan bahan pembenah tanah yang sudah banyak dibuktikan
efektivitasnya baik dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, maupun biologi tanah.
Limbah pertanian
seperti blontong, skim lateks, dan lain-lain juga dapat dimanfaatkan sebagai
pembenah tanah. Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan
bahan pembenah tanah mineral seperti zeolit berpengaruh lebih baik terhadap
sifat-sifat tanah jika disertai dengan pemberian bahan organik. Penggunaan
bahan pembenah mineral harus diperhatikan dampak negatifnya terhadap lingkungan
perhatikan pula faktor ketersediaan, dan jaminan mutu, serta harga.
Bila bahan
pembenah tanah akan dijadikan suatu kebijakan dalam usaha peningkatan produktivitas
lahan pertanian di Indonesia, maka pemilihan bahan pembenah tetap diprioritaskan
pada bahan-bahan yang murah, bersifat insitu, dan terbarukan, bahan organik sebenarnya
dapat memenuhi persyaratan tersebut.
Arsyad (2000)
mengemukakan bahwa konsep penggunaan pembenah tanah untuk merehabilitasi lahan
terdegradasi adalah :
1.
Pemantapan
agregat tanah guna mencegah erosi dan pencemaran,
2.
Merubah sifat hydrophobic
atau hydrophilic, sehingga mampu meningkatkan kapasitas tanah
menahan air (water holding capacity),
3.
Meningkatkan
kapasitas tukar kation (KTK), sehingga unsur hara dalam tanah tidak mudah
tercuci dan dapat diserap akar tanaman.
Bahan pembenah
tanah memiliki beberapa manfaat, diantaranya :
1.
Memperbaiki sifat-sifat
tanah,
2.
memperbaiki
struktur tanah, sehingga air akan dapat tertahan lebih lama di dalam tanah,
3.
menghalangi
evaporasi pada tanah, sehingga tanaman tidak akan banyak kehilangan air,
4.
mempengaruhi
kapasitas lapang dan pertumbuhan tanaman,
5.
Mengoptimalkan
pemberian pupuk di dalam tanah,
6.
Meningkatkan kesuburan
tanah dan produksi tanaman,
7.
Meningkatkan pH
tanah.
Demikian materi ini kami sampaikan untuk menjadi
referensi tentang bahan pembenah tanah
dan manfaatnya pada tanaman padi. Semoga bermanfaat.
Oleh : Zuni Fitriyantini, S.TP.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah
dan Air. Bogor. IPB.
2.
Dariah, Ai. 2007. Bahan Pembenah Tanah : Prospek dan KendalaPemanfaatannya. Tabloid Sinar
Tani.
3.
Hickman, J. S. and David A.Whitney. 1990. Soil Conditioners.
Departemen of Agronomy Kansas State University. North Central Regional
Extension Publication 295.
4.
Sari, Niken Puspita. 2012. Basal
Alternatif Baru Pembenah Tanah pada Perkebunan Kopi dan Kakao. Warta Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember.
5.
Tala’ohu, S. H. dan M. Al-Jabri. 2008. Mengatasi Degradasi Lahan Melalui Aplikasi Pembenah Tanah (Kajian
Persepsi Petani di Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur). Jurnal Zeolit
Indonesia Vol. 7 No. 1. Bogor. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi.