Jumat, 02 Oktober 2020

CARA MENINGKATKAN PH TANAH SAWAH

 


Sawah merupakan salah satu bentuk penggunaan lahan yang sangat strategis karena lahan tersebut merupakan sumber daya utama untuk memproduksi padi. Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang diairi kemudian disawahkan, atau dari tanah rawa-rawa yang “dikeringkan” dengan membuat saluran-saluran drainase. Sawah yang airnya berasal dari air irigasi disebut sawah irigasi, sedang yang menerima langsung dari air hujan disebut sawah tadah hujan. Di daerah pasang surut ditemukan sawah pasang surut, sedangkan yang dikembangkan di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak.

Tanah sawah yang ditanami padi tiga kali setahun, yakni padi-padi-padi, akan tergenang terus-menerus sepanjang tahun. Penggenangan pada sawah secara nyata akan mempengaruhi perilaku unsur hara esensial dan pertumbuhan serta hasil padi. Perubahan kimia yang disebabkan oleh penggenangan tersebut sangat mempengaruhi dinamika dan ketersediaan hara padi.

Dalam keadaan tergenang, tanah menjadi berwarna abu-abu akibat reduksi besi-feri (Fe-III) menjadi besi-fero (Fe-II). Di lapisan permukaan horizon tereduksi tersebut, ditemukan lapisan tipis yang tetap teroksidasi berwarna kecoklatan, karena difusi O2 dari udara, atau dari fotosintesis algae. Bila tanah dikeringkan, akan terjadi oksidasi kembali besi-fero menjadi besi-feri, sehingga terbentuklah karatan coklat pada rekahan-rekahan, bekas - bekas saluran akar, atau tempat-tempat lain di mana udara dapat masuk.

Pada tanah masam yang dalam keadaan tergenang mengandung besi-fero tinggi, karatan besi menjadi lebih jelas setelah tanah dikeringkan. Kecuali itu, akibat proses penyawahan yang berulang-ulang terjadi, dapat terbentuk horizon baru yang khas terdapat pada tanah sawah, seperti lapisan tapak bajak, horizon iluviasi Fe, horizon iluviasi Mn, dan lain-lain. Terjadinya warna pucat, pada dasarnya disebabkan oleh pencucian Fe yang kuat dari lapisan atas, karena pada saat tergenang besi-feri (Fe-III) tereduksi menjadi besi-fero (Fe-II) yang mudah larut. Karena kandungan Fe yang tinggi tersebut maka tanaman padi terancam keracunan Fe. Oleh karena itu diperlukan suatu usaha untuk meningkatkan pH tanah agar kandungan Fe yang terlarut menurun.

Cara yang paling mudah dan ekonomis untuk meningkatkan pH tanah adalah dengan mengistirahatkan tanah dari tanaman padi atau mengeringkannya. Akan tetapi petani akan kehilangan waktu tanam sehingga mereka lebih memilih untuk memberikan kapur pertanian ke lhan sawahnya agar bisa segera ditanami padi kembali.

Pengapuran adalah pemberian kapur ke dalam tanah pada umumnya bukan karena tanah kekurangan unsur Ca tetapi karena tanah terlalu masam. Oleh karena itu pH tanah perlu dinaikkan agar unsur-unur hara seperti P mudah diserap tanaman dan keracunan Fe dan Al dapat dihindarkan. Pengapuran dinyatakan sebagai teknologi yang paling tepat dalam pemanfaatan tanah masam di dasarkan atas beberapa pertimbangan. pertama, reaksi kapur sangat cepat dalam menaikkan pH tanah dan menurunkan kelarutan Fe dan Al yang meracun. Kedua, respons tanaman sangat tinggi terhadap pemberian kapur pada tanah masam. Ketiga, efek sisa kapur atau manfaat kapur dapat dinikmati selama 3 sampai 4 tahun berikutnya. Keempat, bahan kapur cukup tersedia dan relatif murah, termasuk di Indonesia.

a. Prinsip Pengapuran

Hal yang merupakan prinsip dasar dalam pengapuran tanah yang harus diperhatikan adalah :

1.     Pemberian kapur harus sesuai dengan dosis anjuran daerah setempat.

2.     Penaburan, pembenaman dan pencampuran kapur ketanah harus dalam dan rata.

 b. Jenis Kapur

Kapur yang digunakan untuk pengapuran tanah adalah kapur pertanian yang berupa bahan alamiah yang mengandung senyawa Kalsium (Ca) atau Magnesium (Mg). Disebut KALSIT bila bahan alamiah kapur sedikit mengandung Magnesium, dan disebut DOLOMIT jika jumlah Magnesiumnya meningkat. Kapur pertanian dapat berupa kapur tohor, kapur tembok, kapur karbonat (kalsit Dolomit), kulit kerang dan terak baja.

c.   Manfaat Pengapuran

1.    Menaikkan pH tanah atau mengurangi derajat kemasaman tanah.

2.    Meningkatkan jumlah Ca dan Mg sampai kondisi netral.

3.    Mengurangi kadar besi dan fosfor dalam tanah.

4.    Mengurangi keracunan logam Al dan Fe.

 

d.  Kebutuhan Pengapuran

Dosis per ha

pH Tanah

CaCO3

(ton / ha)

Dolomit

(ton / ha)

CaSiO3

(ton / ha)

4

11,16

10,24

12,98

4,1

10,64

9,76

12,37

4,2

10,12

9,28

11,77

4,3

9,61

9,82

11,17

4,4

9,09

8,34

10,57

4,5

8,58

7,87

9,98

4,6

8,06

7,39

9,38

4,7

7,53

6,91

8,76

4,8

7,03

6,45

8,17

4,9

6,52

5,98

7,58

5

5,98

5,49

6,95

5,1

5,47

5,02

6,36

5,2

4,95

4,54

5,76

5,3

4,45

4,08

5,17

5,4

3,92

3,6

4,56

5,5

3,4

3,12

3,95

5,6

2,89

2,65

3,36

5,7

2,37

2,17

2,76

5,8

1,84

1,69

2,14

5,9

1,34

1,23

1,56

6

0,82

0,75

0,95

Karena CaCO3 dan dolomit banyak digunakan di sektor pertanian maka bahan tersebut disebut sebagai kapur pertanian. Dua senyawa ini memberikan keuntungan, dan tidak meninggalkan efek yang merugikan dalam tanah. Bahan kapur yang lazim digunakan umumnya adalah batu kapur (kalsit dan dolomit), kapur bakar (CaO), dan kapur hidrat atau kapur mati (Ca(OH)2). Kapur bakar dibuat dari kalsit dan dolomit yang dibakar. Kapur hidroksida berasal dari kapur bakar yang ditambahkan air sehingga menjadi kapur mati atau kapur hidrat (meskipun tidak tepat). Kapur hidroksida ini apabila dibiarkan akan kembali menjadi kapur karbonat karena kelembaban tinggi dan karung terbuka menyebabkan terjadinya kontak dengan uap air dan CO2.

Jaminan kapur pertanian didasarkan pada hal-hal :

1.     Kadar oksida yang biasa berlaku

2.     Ekuivalensi kalsium oksida

3.     Daya menetralkan dan kandungan unsur Ca dan Mg

4.     Bentuk batu kapur dan kehalusannya, apakah serbuk kaustik atau butiran ukuran pasir

5.     Tingkat alkalinitas terhadap penetralan asam.

Efek pengapuran dalam pengelolaan tanah dapat dikatagorikan ke dalam tiga hal, yaitu :

1.     Efek fisik

Dalam tanah yang bertekstur liat sampai liat berat ada kecenderungan penggabungan butir-butir halus semakin rapat (massif) dan kompak. Keadaan semacam ini menghambat gerakan air dan udara, karena itu sangat diperlukan pembutiran (granulasi) dan pembentukan struktur tanah yang mempunyai porositas tinggi. Struktur remah dibentuk antar butir tanah dengan meningkatkan efek biotik karena meningkatnya aktivitas biologi tanah. Hal ini akan meningkatkan dekomposisi bahan organik tanah dan sintesis humus. Pengapuran akan menstimulasi aktivitas mikroorganisme dan meningkat-kan dekomposisi bahan organik tanah yang sangat penting dalam pembentukan struktur remah.

 

2.     Efek kimia

Efek kimia yang paling umum dan langsung adalah penurunan kemasaman tanah (kenaikan pH). Sedang efek tidak langsung adalah ketersediaan unsur hara dan mencegah keracunan unsur tertentu, seperti Mn, B, dan As. Pengapuran meningkatkan ketersediaan unsur hara fosfor, molidenium, kalsium dan magnesium untuk diserap oleh tanaman, bersamaan dengan itu konsentrasi besi, aluminum dan mangan sangat dikurangi.

 

3.     Efek biologis

Kapur menstimulasi aktivitas mikroorganisme tanah heterotrofik, sehingga mempunyai efek biologis yang besar bagi proses biokimia tanah. Proses dekomposisi dan penyediaan unsur nitrogen meningkat. Stimulasi enzimatis meningkatkan pembentukan humus yang berperan penting dalam meningkatkan kapasitas tukar kation tanah. Bakteri simbiotik akan meningkat aktivitasnya berkenaan dengan adanya kenaikan pH dan pelepasan nitrogen ke dalam tanah dari dekomposisi bahan organik.

Pengapuran yang berlebihan menyebabkan beberapa hal yang merugikan, antara lain :

1.     Kekurangan besi, mangan, tembaga dan seng yang diperlukan dalam proses fisiologis tanaman.

2.  Tersedianya fosfat dapat menjadi berkurang kembali karena terbentuknya kompleks kalsium fosfat tidak larut.

3.     Absorpsi fosfor oleh tanaman dan metabolisme tanaman terganggu.

4.     Pengambilan dan penggunaan boron dapat terhambat.

5.     Perubahan pH yang melonjak dapat merugikan terhadap aktivitas mikroorganisme tanah, dan ketersediaan unsur hara yang tidak seimbang.

Oleh karena itu pemberian kapur harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

1.     pH tanah yang diperlukan oleh tanaman. Setiap macam tanaman memerlukan pH yang relatif berbeda.

2.     Bentuk kapur dan kehalusaannya. Sehingga dipertimbangkan beberapa hal yang sangat penting, yaitu:

(1) Jaminan kimia dari kapur yang bersangkutan.

(2) Harga tiap ton yang diberikan pada tanah.

(3) Kecepatan bereaksi dengan tanah.

(4) Kehalusan batu kapur.

(5) Penyimpanan, pendistribusian, penggunaan karung atau curahan.

3.     Jumlah kapur yang diberikan harus ditetapkan berdasarkan perkiraan yang tepat berapa kenaikan pH yang diinginkan, tekstur, struktur dan kandungan bahan organik tanah lapisan olah. Tekstur tanah yang semakin berat akan memerlukan jumlah kapur yang semakin banyak. Struktur tanah lapisan olah yang dibentuk dengan pengolahan tanah tidak selalu seragam bagi masing-masing jenis tanah, ha ini juga mempengaruhi jumlah kapur yang diberikan. Makin halus butiran agregat tanah, makin banyak kapur yang dibutuhkan. Demikian pula pH, tekstur dan struktur lapisan bawah tanah (subsoil), karena pH yang rendah atau lebih tinggi dari pH lapisan olah menjadi pertimbangan berapa jumlah kapur yang harus diberikan.

4.     Cara pemberian kapur. Biasanya pemberian kapur dilakukan 1 – 2 minggu sebelum tanam bersamaan dengan pengolahan kedua (penghalusan agregat tanah) sehingga tercampur merata pada separuh permukaan tanah olah. Kecuali pada tanah padang rumput yang tidak dilakukan pengolahan tanah diberikan di permukaan tanah olah. Pemberian kapur dengan alat penebar mekanik bermotor atau traktor akan lebih efektif dan efisien pada lahan pertanian yang luas.

5.     Pengapuran harus disertai pemberian bahan organik tanah atau pengembalian sisa panen ke dalam tanah. Hal ini sangat penting untuk menghindari pemadatan tanah dan pencucian, serta meningkatkan efek pemupukan. Selain itu efek bahan organik terhadap pH tanah menyebabkan reaksi pertukaran ligand antara asam-asam organik dengan gugus hidroksil dari besi dan aluminium hidroksida yang membebaskan ion OH-. Di samping itu, elekrton yang berasal dari dekomposisi bahan organik dapat menetralkan sejumlah muatan positif yang ada dalam sistem kolid sehingga pH tanah meningkat.

Dengan pertimbangan – pertimbangan diatas maka tanah masam pada lahan sawah dapat diatasi. Namun alangkah lebih baiknya jika petani dapat menjaga lahan sawahnya agar tanahnya tidak menjadi masam. Dengan penanaman padi penggunakan prinsip PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) dapat dipastikan lahan sawah petani terjaga kelestariannya.

 Oleh : Zuni Fitriyantini, S.TP.

Dari berbagai sumber