Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens)
atau disebut juga Wereng Coklat merupakan salah satu hama tanaman padi yang
paling berbahaya dan sulit dibasmi. Bersama beberapa jenis wereng lainnya
seperti wereng hijau (Nephotettix spp.) dan wereng punggung putih (Sogatella
furcifera), wereng batang coklat telah banyak merugikan petani padi bahkan
mengakibatkan puso dan gagal panen.
Wereng batang coklat, sebagaimana jenis wereng lainnya,
menjadi parasit dengan menghisap cairan tumbuhan sehingga mengakibatkan
perkembangan tumbuhan menjadi terganggu bahkan mati. Selain itu, wereng batang
coklat (Nilaparvata lugens) juga menjadi vektor (organisme
penyebar penyakit) bagi penularan sejumlah penyakit tumbuhan yang diakibatkan virus
serta menyebabkan tungro.
A. BIOEKOLOGI WERENG BATANG COKLAT
Klasifikasi ilmiah. Kerajaan: Animalia;
Filum: Arthropoda;
Upafilum: Hexapoda;
Kelas: Insecta;
Ordo: Hemiptera;
Famili: Delphacidae;
Genus: Nilaparvata;
Spesies: Nilaparvata lugens.
Nama binomial: Nilaparvata lugens;
Nama Indonesia: Wereng Coklat, Wereng Batang Coklat
Hama wereng batang coklat hidup pada pangkal batang padi.
Binatang ini mempunyai siklus hidup antara 3-4 minggu yang dimulai dari telur
(selama 7-10 hari), Nimfa (8-17 hari) dan Imago (18-28 hari). Saat menjadi
nimfa dan imago inilah wereng batang coklat menghisap cairan dari batang padi.
· Telur:
- Berwarna putih bentuknya seperti pisang
- Diletakkan secara berkelompok 8-16 butir/kelompok dalam
jaringan pelepah daun
- Jumlah telur 100 - 600/ekor serangga betina
- Stadium telur 7 - 10 hari.
· Nimfa:
- Mengalami 5 instar
- Maing-masing dibedakan berdasarkan ukuran tubuh dan
bentuk bakal sayap
- Nimfa muda umumnya berwarna putih, semakin tua semakin
coklat
- Stadium nimfa 12 - 15 hari
- Instar 4 dan 5 dibedakan berdasarkan ada tidaknya
bintik hitam pada sayap/bakal sayap
- Sayap brakhiptera transparan dan tulang sayap (vena)
nampak jelas, sedangkan bakal sayap nimfa berwarna coklat tidak transparan.
· Imago:
- Dewasa berwarna coklat muda atau coklat tua
- Warna sayap berbintik-bintik pada bagian pertemuan
sayap depan
- Panjang serangga jantan 2 - 3 mm
- Bentuk sayap dewasa terdiri dari dua bentuk, bersayap
panjang (makroptera) dan bersayap pendek (brakhiptera), terjadi karena pengaruh
lingkungan (kondisi tanaman, kepadatan populasi, dan genetik)
- Bentuk brakhiptera lebih berperan untuk berkembang-biak
- Bentuk makrotera berfungsi untuk berpindah tempat,
sangat tertarik cahaya lampu
- Umur serangga dewasa 18 - 28 hari
- Siklus hidup berlangsung sekitar 25 hari
Migrasi wereng dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, dan
iklim. Migrasi biasanya terjadi antara matahari terbit hingga terbenam karena
Nilaparvata lugens memerlukan cahaya dalam penerbangan. Penerbangan bisa berlangsung
dalam kondisi suhu rendah, kelembaban tinggi, angin yang lemah, maupun angin
berkecepatan lebih dari 11 kilometer per jam.
Menurut Firdaus, pada proyek penelitian kerja sama
Jepang-Indonesia tahun 1986-1992, wereng diketahui bermigrasi hingga jarak
ratusan kilometer. Migrasi jarak jauh diketahui setelah sekelompok wereng yang
disemprot warna merah di persawahan daratan China ditemukan menyerang padi di
Jepang.
Kepala BB POPT Gaib Subroto menambahkan, sebelum tahun
1970-an, wereng coklat tidak diperhitungkan sebagai hama di Indonesia. Situasi
berubah saat program intensifikasi gencar dilaksanakan pemerintahan Soeharto,
antara lain dengan menyemprotkan insektisida organosfat berspektrum luas secara
massal dengan pesawat udara. Pemakaian insektisida yang tak tepat
jenis, konsentrasi, dosis, volume, cara, waktu, dan sasaran semprot memicu
meluasnya serangan wereng coklat. Sebab, selain wereng menjadi kebal, hal itu
memicu terbunuhnya musuh alami wereng.
B. GEJALA SERANGAN
Serangan
wereng batang coklat pada tanaman padi terjadi pada semua fase tumbuh (mulai di
persemaian sampai menjelang panen), dengan mengisap cairan dari dalam jaringan
tanaman. Hal ini mengakibatkan daun tanaman menjadi kuning dan tanaman
mengering dengan cepat (seperti terbakar). Serangan wereng dengan tingkat
populasi yang tinggi akan menyebabkan warna daun dan batang tanaman menjadi
kuning kemudian berubah menjadi coklat dan akhirnya tanaman menjadi kering
seperti terbakar.
wereng batang coklat merusak pertanaman padi dengan
menghisap cairan sel di sekitar floem tanaman dengan alat mulutnya yang bertipe
pencucuk penghisap. Pengurangan unsur-unsur hara dari jaringan tanaman akan
mengurangi kemampuan tanaman untuk tumbuh dan menghasilkan biji. Pada serangan
berat, tanaman yang terserang akan mulai berubah warna menjadi
kekuning-kuningan yang kemudian menjadi coklat. Pertanaman yang berwarna coklat
disebut terbakar oleh wereng (hopper burned). Wereng coklat juga dapat
merugikan karena menghantarkan penyakit virus.
C. MUSUH ALAMI WERENG COK LAT
Dalam kondisi normal, alam selalu mampu menjaga
keseimbangan. Keseimbangan alam selalu menjaga agar tidak pernah ada sebuah
spesies yang membludak populasi karena kan dikendalikan oleh spesies lainnya.
Populasi tikus dikendalikan oleh ular dan elang, populasi rusa dikendalikan
oleh harimau. Demikian juga populasi berbagai jenis hama lainnya tak terkecuali
wereng batang coklat.
Predator-predator yang secara alami menjadi pemangsa dan
mengendalikan populasi wereng batang coklat (Nilaparvata lugens) antara lain
beberapa jenis laba-laba, kumbang, belalang, kepik, hingga capung, seperti:
• Laba-laba
serigala (Pardosa pseudoannulata)
• Laba-laba
bermata jalang (Oxyopes javanus)
• Laba-laba
berahang empat (Tetragnatha maxillosa)
• Kepik
permukaan air (Microvellia douglasi)
• Kepik
mirid (Cyrtorhinus lividipennis)
• Kumbang
stacfilinea (Paederus fuscipes)
• Kumbang
koksinelid (Synharmonia octomaculata)
• Kumbang
tanah atau kumbang karabid (Ophionea
nigrofasciata)
• Belalang
bertanduk panjang (Conocephalous longipennis)
• Capung
kecil atau kinjeng dom (Agriocnemis spp.)
Sayangnya
spesies-spesies yang secara alami mempunyai kemampuan membasmi dan
mengendalikan hama wereng batang coklat tersebut banyak yang telah sirna akibat
pola tanam dan pengelolaan pertanian yang kurang ramah lingkungan.
D. PENGENDALIAN
Pengendalian wereng coklat telah dilakukan sejak 1970
dengan berbagai cara. Usaha-usaha pengendalian ini meliputi penggunaan varietas
tahan, perubahan cara bercocok tanam, dan penggunaan pestisida.
Inpres No.3, 1986 lebih mempertegas kembali pengendalian hama terpadu (PHT)
hama wereng coklat yaitu pola tanam, varietas tahan, sanitasi, dan eradikasi,
serta penggunaan pestisida secara bijaksana.
Pada
dasarnya pengendalian wereng coklat menyangkut tiga komponen dasar yaitu
1. pengetahuan
biologi dan ekologi serangga,
2. penetapan
ambang ekonomi/ambang kendali, dan
3. metode
pengukuran atau penilaian terhadap serangan hama.
Komponen
dasar tersebut sebagian besar sudah diketahui. Maka sistem pengelolaan itu
harus dapat dikembangkan dengan baik.
- Kultur Teknis,
yaitu
dengan melakukan penanaman secara serentak maupun dengan pergiliran tanaman.
Pergiliran tanaman dilakukan untuk memutus siklus hidup wereng dengan cara
menanam tanaman palawija atau tanah dibiarkan selama 1 – 2 bulan. Penggunaan
pupuk secara berimbang. Kelebihan pupuk Nitrogen justru mengakibatkan tanaman
menjadi lebih peka. Untuk mengurangi populasi wereng pada waktu terjadi
serangan dilakukan dengan pengeringan selama 3-4 hari.
- Pengandalian hayati,
yaitu
dengan menggunakan musuh alami wereng, misalnya
1. predator
nimfa dan dewasa Lycosa pseudoannulata,
2. kepik
Microvelia douglasi, predator nimfa dan dewasa
3. predator
Cyrtorhinuss lividipenis,predator telur dan nimfa
4. kumbang
Paederuss fuscipes,predator nifa dan dewasa
5. Ophinea
nigrofasciata, dan
6. Synarmonia
octomaculata.
7. Parasitoit
telur : Oligosita spp., Anagrus spp., Gonatocerus spp.
8. Patogen,
Beauveria bassiana dan Metarhizium anisoplae
-
Varietas tahan
Pengendalian wereng coklat yang pertama kali harus
menggunakan varietas tahan yang disesuaikan dengan biotipe wereng yang
dihadapinya. Varietas tahan mempunyai andil yang sangat besar karena
dapat mereduksi populasi wereng coklat.
- Teknologi
pengendalian hama menggunakan ambang ekonomi berdasar musuh alami
Pengendalian wereng coklat menggunakan ambang kendali
berdasar musuh alami dapat digunakan pada semua daerah serangan hama.
Pekerjaan yang mesti dilakukan sebagai berikut:
1. Pengamatan
wereng coklat dilakukan seminggu sekali atau paling lambat 2 minggu
sekali
2. Amati
pada 20 rumpun arah diagonal, pada hamparan 5 ha dengan .(varietas sama dan
umur yang sama diambil 2 contoh masing-masing 20 rumpun.
3. Hitung
jumlah wereng (wereng coklat + wereng punggung putih) dan musuh alami
(laba-laba Ophione nigrofasciata, Paederus fuscifes, Coccinella, dan
kepik Cyrtorhinus lividipennis.
4. Gunakan
formula Baehaki dibawah ini
Ai – ( 5Bi + Ci )
Di = —————————- ekor / rumpun
20
Ai:
Populasi wereng (wereng coklat + wereng punggung putih} pada 20 rumpun pada
minggu ke-i.
Bi:
Populasi predator Laba-laba + Ophionea nigrfasciata + Paederus
fuscifes Coccinella pada 20 rumpun pada minggu ke-i
Ci:
Populasi Cyrtorhinus lividipennis pada 20 rumpun
Di:
Wereng coklat terkoreksi per rumpun
- Aplikasi
insektisida
Jika dan hanya jika nilai Di > 5 ekor
wereng coklat terkoreksi/rumpun pada padi berumur <40 hst atau nilai
Di >20 ekor wereng coklat terkoreksi/rumpun pada padi berumur
> 40hst perlu diaplikasi dengan insektisida yang direkomendasikan.
Jika dan hanya jika nilai Di < 5 ekor
wereng coklat terkoreksi/rumpun pada padi berumur <40 hst atau nilai Di
<20 ekor wereng coklat terkoreksi/rumpun pada padi berumur > 40hst tidak
perlu diaplikasi dengan insektisida, tetapi teruskan amati pada minggu
berikutnya.
Pada ambang kendali
berdasarkan musuh alami terabaikan perhitungannya sama dengan di atas.
Perbedaannya yaitu jika nilai Di > 5 ekor wereng coklat
terkoreksi/rumpun pada padi berumur <40 hst atau nilai Di >20
ekor wereng coklat terkoreksi/rumpun pada padi berumur > 40hst tidak perlu
diaplikasi dengan insektisida dan dibiarkan sampai pengamatan minggu berikutnya.
Apabila hasil analisis minggu berikutnya menunjukkan nilai Di lebih
besar dari nilai Di minggu yang lalu, maka perlu dikemdalikan dengan
insektisida tersebut di atas. Apabila hasil analisis minggu berikutnya
menunjukkan nilai Di lebih kecil atau sama dengan nilai Di
minggu yang lalu, maka tidak perlu diaplikasi dan amati lagi pada minggu
selanjutnya.
Oleh : Zuni Fitriyantini,
S.TP.
Dari berbagai sumber