Selasa, 23 Oktober 2018

PASCA PANEN PADI




Padi merupakan penghasil beras sebagai makanan pokok bagi sebagian besar rakyat Indonesia.  Dengan tingkat kebutuhan beras penduduk yang cukup tinggi, saat ini mencapai 114,6 kg per kapita per tahun(BPS 2017), maka tuntutan untuk menghasilkan produksi padi yang lebih tinggi semakin besar.

Kestabilan ketersediaan stok beras sangat besar pengaruhnya terhadap ketahanan nasional maupun ekonomi bangsa. Usaha untuk meningkatkan produksi telah berhasil dilakukan oleh pemerintah, namun belum diikuti dengan penanganan pascapanen dengan baik. Produksi padi yang melimpah pada saat panen raya menimbulkan berbagai masalah, terutama dalam proses penanganan panen dan pascapanen. Hal ini menyebabkan kualitas gabah yang dihasilkan rendah.

Berbagai faktor mempengaruhi tingkat kehilangan hasil panen antara lain :
-          varietas padi (beberapa varietas padi sangat mudah rontok),
-          umur panen,
Umur panen dapat ditentukan berdasarkan pengamatan visual dengan cara melihat kenampakan padi pada hamparan sawah. Umur panen optimal padi dicapai setelah 90-95% butir gabah pada malai padi sudah berwarna kuning atau kuning keemasan. Padi yang dipanen pada kondisi tersebut akan menghasilkan gabah yang berkualitas sangat baik, dengan kandungan butir hijau dan butir mengapur yang rendah serta rendemen giling tinggi.
-          alat dan cara panen,
Terjadinya potensi susut hasil terbesar yaitu pada saat pemotongan padi, penumpukan padi sementara dan pengumpulan hasil panen. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan panen dengan cara potong atas, kemudian hasil panen ditampung ke dalam karung plastik, dapat menampung gabah rontok antara 3-5%
-          alat perontok,
Alat  perontokan power thresher dengan cara umpan langsung atau umpan telan (through-in) memberikan harapan besar dalam usaha menekan terjadinya susut panen dan susut penumpukan sementara yang selama ini memberikan angka susut yang sangat besar.

Kegiatan pascapanen meliputi kegiatan pemanenan, perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan, dan pemasaran. Titik kritis kehilangan hasil terjadi pada tahapan pemanenan, penumpukan sementara hasil panenan padi dan perontokan padi untuk menghasilkan gabah. Penekanan kehilangan hasil yang dapat di lakukan terutama pada proses pemanenan dengan panen secara berkelompok dan perontokan padi dilakukan dengan menggunakan mesin perontok.

Di beberapa daerah penundaan perontokan atau terjadinya keterlambatan perontokan selalu terjadi. Beberapa hal yang mungkin terjadi selama proses penundaan antara lain :
(1) Kehilangan hasil yang disebabkan oleh gabah yang rontok selama penumpukan atau dimakan binatang
(2) Kerusakan gabah karena adanya reaksi enzimatis, sehingga gabah cepat tumbuh berkecambah, terjadinya butir kuning, berjamur atau rusak.

Perbaikan teknologi penundaan perontokan dapat dilakukan dengan cara : 
(1)  Menggunakan alas plastik pada saat penundaan perontokan padi
(2) Penundaan boleh dilakukan tetapi tidak boleh lebih dari satu malam dengan tinggi tumpukan padi tidak lebih dari 1 m.
 
Penyebab utama kehilangan hasil pada perontokan padi adalah :
(1) perilaku petani yang bekerja kurang hati-hati,
(2) cara penggebotan dan frekuensi pembalikan padi,
(3) kecepatan silinder perontok, disarankan menggunakan perputaran silinder antara 450 – 500 rpm
(4) besarnya alas plastik yang digunakan pada saat merontok.

Ketersediaan alat perontok yang memadai akan lebih mudah mengatasi terjadinya keterlambatan atau penundaan perontokan padi. Dampak yang lebih luas gabah yang dihasilkan mempunyai kualitas yang bagus sehingga dapat mendukung program penyediaan beras berkualitas, beras berlabel yang memenuhi standar SNI serta memberi nilai tambah kepada petani dengan harga jual yang tinggi.

Gabah yang terlambat dikeringkan akan berakibat tidak baik terhadap kualitas berasnya. Hal ini disebabkan gabah hasil panen dengan kadar air tinggi dan kondisi lembab mengalami respirasi dengan cepat. Akibatnya butir gabah busuk, berjamur, berkecambah maupun mengalami reaksi “browning enzimatis” sehingga beras berwarna kuning/kuning kecoklatan.

Kehilangan hasil pada tahapan penjemuran umumnya disebabkan oleh
(1) fasilitas penjemuran seperti lantai jemur maupun alas lainnya yang kurang baik, sehingga banyak gabah yang tercecer dan terbuang saat proses penjemuran dan
(2) adanya gangguan hewan seperti ayam, burung dan kambing.

Kehilangan hasil saat penyimpanan disebabkan oleh kondisi kemasan, tempat penyimpanan, gangguan hama dan penyakit gudang dan keadaan cuaca setempat. Kadar air gabah akan mengikuti kondisi keseimbangan udara luar. Untuk keperluan penyimpanan yang aman agar diperoleh mutu beras yang tinggi, maka diperlukan kadar air berkisar dari 12-14%.

Proses pengilingan adalah proses pengupasan gabah untuk menghasilkan beras yaitu dengan cara memisahkan lapisan lemma dan palea serta mengeluarkan biji beras. Rendemen giling sangat tergantung bahan baku, varietas, derajat masak, cara perawatan gabah dan konfigurasi penggilingan. Pada proses ini ada dua tipe alat penggilingan padi yang digunakan oleh petani yaitu : tipe penggilingan padi 1 phase (single pass) dan tipe penggilingan padi 2 phase (double pass). Penggilingan 1 phase yaitu proses pemecah kulit dan penyosoh menyatu, sehingga proses kerjanya, gabah masuk pada hoper pemasukan dan keluar sudah menjadi beras putih. Sedangkan pada penggilingan 2 phase, dipisahkan antara proses pemecah kulit dan proses penyosohan, sehingga merupakan dua tahap proses kegiatan.

Susut yang terjadi pada tahapan penggilingan umumnya disebabkan oleh penyetelan blower penghisap, penghembus sekam dan bekatul. Penyetelan yang tidak tepat dapat menyebabkan banyak gabah yang terlempar ikut kedalam sekam atau beras yang terbawa kedalam dedak. Hal ini menyebabkan rendemen giling rendah.

Kualitas beras akan ditentukan dalam proses penyosohan (polish). Proses yang baik akan menghasilkan beras dengan penampakan yang cerah dan mengkilat, derajat sosoh yang tinggi. Konfigurasi penggilingan akan berpengaruh terhadap kualitas beras yang ditentukan dengan besaran derajat sosoh, persentase beras pecah maupun butir menir yang terjadi.

Perbaikan sistem penanganan pasca panen padi telah banyak dilakukan dengan tujuan antara lain :
(1) mengurangi atau menekan susut hasil.
(2) mempertahankan kualitas gabah dan beras.
(3) meningkatkan rendemen giling.
(4) meningkatkan nilai tambah dan harga jual beras.

Dengan perbaikan sistem penanganan pasca panen diharapkan mampu untuk meningkatkan produksi beras secara nasional. Meskipun persentase kecil, bila dikalikan dengan jutaan ton juga akan menjadi puluhan bahkan ratusan ton.

Oleh : Aditya Reza Kusuma
           PP Swadaya Desa Boja

Sumber :
Nugraha, Sigit.  2012. Inovasi Teknologi Pascapanen untuk Mengurangi Susut Hasil dan Mempertahankan Mutu Gabah/Beras di Tingkat Petani. Buletin Teknologi Pascananen Pertanian Vol 8 (1), 2012.