Padi merupakan penghasil beras sebagai makanan pokok bagi
sebagian besar rakyat Indonesia. Dengan tingkat
kebutuhan beras penduduk yang cukup tinggi, saat ini mencapai 114,6 kg per
kapita per tahun(BPS 2017), maka tuntutan untuk menghasilkan produksi padi yang
lebih tinggi semakin besar.
Kestabilan ketersediaan stok beras sangat besar pengaruhnya
terhadap ketahanan nasional maupun ekonomi bangsa. Usaha untuk meningkatkan
produksi telah berhasil dilakukan oleh pemerintah, namun belum diikuti dengan
penanganan pascapanen dengan baik. Produksi padi yang melimpah pada saat panen
raya menimbulkan berbagai masalah, terutama dalam proses penanganan panen dan pascapanen.
Hal ini menyebabkan kualitas gabah yang dihasilkan rendah.
Berbagai faktor mempengaruhi tingkat kehilangan hasil
panen antara lain :
-
varietas padi (beberapa varietas padi sangat mudah rontok),
-
umur panen,
Umur panen dapat ditentukan
berdasarkan pengamatan visual dengan cara melihat kenampakan padi pada hamparan
sawah. Umur panen optimal padi dicapai setelah 90-95% butir gabah pada malai
padi sudah berwarna kuning atau kuning keemasan. Padi yang dipanen pada kondisi
tersebut akan menghasilkan gabah yang berkualitas sangat baik, dengan kandungan
butir hijau dan butir mengapur yang rendah serta rendemen giling tinggi.
-
alat dan cara panen,
Terjadinya potensi susut hasil
terbesar yaitu pada saat pemotongan padi, penumpukan padi sementara dan
pengumpulan hasil panen. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan panen dengan cara
potong atas, kemudian hasil panen ditampung ke dalam karung plastik, dapat
menampung gabah rontok antara 3-5%
-
alat perontok,
Alat perontokan power thresher dengan cara umpan langsung
atau umpan telan (through-in)
memberikan harapan besar dalam usaha menekan terjadinya susut panen dan susut
penumpukan sementara yang selama ini memberikan angka susut yang sangat besar.
Kegiatan pascapanen meliputi kegiatan pemanenan,
perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan, dan pemasaran.
Titik kritis kehilangan hasil terjadi pada tahapan pemanenan, penumpukan
sementara hasil panenan padi dan perontokan padi untuk menghasilkan gabah.
Penekanan kehilangan
hasil yang dapat di lakukan terutama pada proses pemanenan dengan panen secara
berkelompok dan perontokan padi dilakukan dengan menggunakan mesin perontok.
Di beberapa daerah penundaan perontokan atau terjadinya
keterlambatan perontokan selalu terjadi. Beberapa hal yang mungkin terjadi
selama proses penundaan antara lain :
(1) Kehilangan hasil yang disebabkan oleh gabah yang rontok selama
penumpukan atau dimakan binatang
(2) Kerusakan gabah karena adanya reaksi enzimatis, sehingga gabah cepat
tumbuh berkecambah, terjadinya butir kuning, berjamur atau rusak.
Perbaikan teknologi penundaan perontokan dapat dilakukan
dengan cara :
(1) Menggunakan alas
plastik pada saat penundaan perontokan padi
(2) Penundaan boleh dilakukan tetapi tidak boleh lebih dari satu malam
dengan tinggi tumpukan padi tidak lebih dari 1 m.
Penyebab utama kehilangan hasil pada perontokan padi
adalah :
(1) perilaku petani yang bekerja kurang hati-hati,
(2) cara penggebotan dan frekuensi pembalikan padi,
(3) kecepatan silinder perontok, disarankan menggunakan perputaran silinder
antara 450 – 500 rpm
(4) besarnya alas plastik yang digunakan pada saat
merontok.
Ketersediaan alat perontok yang memadai akan lebih mudah
mengatasi terjadinya keterlambatan atau penundaan perontokan padi. Dampak yang lebih
luas gabah yang dihasilkan mempunyai kualitas yang bagus sehingga dapat
mendukung program penyediaan beras berkualitas, beras berlabel yang memenuhi
standar SNI serta memberi nilai tambah kepada petani dengan harga jual yang tinggi.
Gabah yang terlambat dikeringkan akan berakibat tidak
baik terhadap kualitas berasnya. Hal ini disebabkan gabah hasil panen dengan
kadar air tinggi dan kondisi lembab mengalami respirasi dengan cepat. Akibatnya
butir gabah busuk, berjamur, berkecambah maupun mengalami reaksi “browning
enzimatis” sehingga beras berwarna kuning/kuning kecoklatan.
Kehilangan hasil pada tahapan penjemuran umumnya
disebabkan oleh
(1) fasilitas penjemuran seperti lantai jemur maupun alas lainnya yang
kurang baik, sehingga banyak gabah yang tercecer dan terbuang saat proses penjemuran
dan
(2) adanya gangguan hewan seperti ayam, burung dan kambing.
Kehilangan hasil saat penyimpanan disebabkan oleh kondisi
kemasan, tempat penyimpanan, gangguan hama dan penyakit gudang dan keadaan
cuaca setempat. Kadar air gabah akan mengikuti kondisi keseimbangan udara luar.
Untuk keperluan penyimpanan yang aman agar diperoleh mutu beras yang tinggi,
maka diperlukan kadar air berkisar dari 12-14%.
Proses pengilingan adalah proses pengupasan gabah untuk
menghasilkan beras yaitu dengan cara memisahkan lapisan lemma dan palea serta mengeluarkan
biji beras. Rendemen giling sangat tergantung bahan baku, varietas, derajat
masak, cara perawatan gabah dan konfigurasi penggilingan. Pada proses ini ada
dua tipe alat penggilingan padi yang digunakan oleh petani yaitu : tipe
penggilingan padi 1 phase (single pass) dan tipe penggilingan padi 2 phase
(double pass). Penggilingan 1 phase yaitu proses pemecah kulit dan penyosoh
menyatu, sehingga proses kerjanya, gabah masuk pada hoper pemasukan dan keluar sudah menjadi beras putih. Sedangkan pada penggilingan 2
phase, dipisahkan antara proses pemecah kulit dan proses penyosohan, sehingga merupakan dua tahap proses kegiatan.
Susut yang terjadi pada tahapan penggilingan umumnya
disebabkan oleh penyetelan blower penghisap, penghembus sekam dan bekatul. Penyetelan
yang tidak tepat dapat menyebabkan banyak gabah yang terlempar ikut kedalam
sekam atau beras yang terbawa kedalam dedak. Hal ini menyebabkan rendemen
giling rendah.
Kualitas beras akan ditentukan dalam proses penyosohan (polish). Proses yang baik akan menghasilkan
beras dengan penampakan yang cerah dan mengkilat, derajat sosoh yang tinggi. Konfigurasi
penggilingan akan berpengaruh terhadap kualitas beras yang ditentukan dengan besaran
derajat sosoh, persentase beras pecah maupun butir menir yang terjadi.
Perbaikan sistem penanganan pasca panen padi telah banyak
dilakukan dengan tujuan antara lain :
(1) mengurangi atau menekan susut hasil.
(2) mempertahankan kualitas gabah dan beras.
(3) meningkatkan rendemen giling.
(4) meningkatkan nilai tambah dan harga jual beras.
Dengan perbaikan sistem penanganan pasca panen diharapkan
mampu untuk meningkatkan produksi beras secara nasional. Meskipun persentase
kecil, bila dikalikan dengan jutaan ton juga akan menjadi puluhan bahkan
ratusan ton.
Oleh : Aditya Reza Kusuma
PP Swadaya Desa Boja
Sumber :
Nugraha, Sigit. 2012. Inovasi Teknologi Pascapanen untuk
Mengurangi Susut Hasil dan Mempertahankan Mutu Gabah/Beras di Tingkat Petani.
Buletin Teknologi Pascananen Pertanian Vol 8 (1), 2012.