Kamis, 15 November 2018

NILAI EKONOMIS JAGUNG



Jagung merupakan salah satu komoditas serealia yang strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras. Tanaman ini mudah dibudidayakan dan sudah dikenal petani dari jaman dahulu. Untuk wilayah Kecamatan Tersono yang tergolong susah air di musim kemarau, komoditas ini menjadi andalan pengganti padi.

Meskipun sebagai makanan pokok kedudukannya sudah sangat tergeser oleh beras, akan tetapi kegunaan jagung di sektor lain malah semakin meningkat. Bahkan di Batang, dengan adanya pabrik pakan yang sudah beroperasi penuh, harga jagung pipil kering selalu bagus. Berikut akan dibahas nilai ekonomis jagung untuk meningkatkan semangat petani dalam menanam jagung.

1.         Jagung sebagai Bahan Pangan
Masyarakat telah memanfaatkan jagung sebagai bahan pangan sejak dahulu. Dengan perkembangan informasi dan teknologi, telah terjadi pergeseran penggunaan jagung dari pangan pokok menjadi pangan fungsional dan pangan pendamping. Yang dimaksud dengan pangan fungsional disini adalah konsumsi jagung didasarkan pada komponen non gizi, termasuk serat pangan yang dibutuhkan tubuh, asam lemak esensial, isoflavon, mineral (Ca, Mg, K, Na, P, Ca dan Fe), antosianin, betakaroten (provitamin A), komposisi asam amino esensial, dan lainnya. Sedangkan pangan pendamping disini adalah penggunaan jagung sebagai snack / jajanan. Tepung jagung telah dikembangkan menjadi berbagai macam olahan pangan yang lebih menarik dan sesuai dengan perkembangan jaman.

2.         Jagung sebagai Pakan Ternak
Jagung merupakan sumber energi utama pakan, terutama untuk ternak monogastrik seperti ayam, itik, puyuh, dan babi karena kandungan energi, yang
dinyatakan sebagai energi termetabolisme (ME), relatif tinggi dibanding bahan pakan lainnya. Dalam ransum unggas, baik ayam boiler maupun petelur, jagung
menyumbang lebih dari separuh energi yang dibutuhkan ayam. Tingginya kandungan energi jagung berkaitan dengan tingginya kandungan pati ( > 60%) biji jagung. Di samping itu, jagung mempunyai kandungan serat kasar yang relatif rendah sehingga cocok untuk pakan ternak. Penggunaan jagung untuk pakan ternak telah menempati urutan pertama dalam penggunaan jagung di Indonesia.
Limbah tanaman jagung juga dapat dimanfaatkan untuk pakan, tetapi hanya untuk ternak ruminansia karena tingginya kandungan serat. Jerami jagung merupakan bahan pakan penting untuk sapi pada saat rumput sulit diperoleh, terutama pada musim kemarau.

3.         Jagung sebagai Sumber Energi Alternatif
Kenaikan harga bahan bakar minyak dan menipisnya cadangan sumber minyak bumi di Indonesia dapat menjadi penghambat pembangunan pertanian berkelanjutan. Salah satu potensi energi alternatif adalah limbah biomasa yang dihasilkan dari aktivitas produksi pertanian yang jumlahnya sangat besar.
Pemanfaatan jagung dan limbahnya sebagai sumber bio energi dengan teknologi konversi energi yang ada saat ini antara lain adalah :
(a)       Sebagai bahan bakar tungku untuk proses pengeringan dan pemanasan,
(b)       Sebagai bahan bakar padat untuk proses pirolisis dan gasifikasi,
(c)       Sebagai bahan baku pembuatan etanol
(d)       Sebagai bahan baku potensial pembuatan biodiesel

Dengan nilai ekonomis yang tinggi tersebut ketersediaan jagung dalam negeri masih sangat kurang. Oleh karena itu sangat diperlukan usaha peningkatan produksi jagung baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi demi memenuhi permintaan jagung terutama untuk kebutuhan industri pakan.

Demikian sedikit bahasan tentang nilai ekonomis jagung. Semoga bisa memberi tambahan semangat untuk meningkatkan produksi jagung para petani.


Oleh : Zuni Fitriyantini, S.TP.
 
Sumber :
Suarni dan Muh. Yasin. 2011. Jagung sebagai Sumber Pangan Fungsional. Iptek Tanaman Pangan Vol. 6 No. 1 - 2011
Triastono, J dan T. Prasetyo. 2013. Ekonomi Jagung. dalam  Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani. BPTP Jateng Bekerjasama dengan PT. Syngenta Indonesia.
 


Selasa, 23 Oktober 2018

PASCA PANEN PADI




Padi merupakan penghasil beras sebagai makanan pokok bagi sebagian besar rakyat Indonesia.  Dengan tingkat kebutuhan beras penduduk yang cukup tinggi, saat ini mencapai 114,6 kg per kapita per tahun(BPS 2017), maka tuntutan untuk menghasilkan produksi padi yang lebih tinggi semakin besar.

Kestabilan ketersediaan stok beras sangat besar pengaruhnya terhadap ketahanan nasional maupun ekonomi bangsa. Usaha untuk meningkatkan produksi telah berhasil dilakukan oleh pemerintah, namun belum diikuti dengan penanganan pascapanen dengan baik. Produksi padi yang melimpah pada saat panen raya menimbulkan berbagai masalah, terutama dalam proses penanganan panen dan pascapanen. Hal ini menyebabkan kualitas gabah yang dihasilkan rendah.

Berbagai faktor mempengaruhi tingkat kehilangan hasil panen antara lain :
-          varietas padi (beberapa varietas padi sangat mudah rontok),
-          umur panen,
Umur panen dapat ditentukan berdasarkan pengamatan visual dengan cara melihat kenampakan padi pada hamparan sawah. Umur panen optimal padi dicapai setelah 90-95% butir gabah pada malai padi sudah berwarna kuning atau kuning keemasan. Padi yang dipanen pada kondisi tersebut akan menghasilkan gabah yang berkualitas sangat baik, dengan kandungan butir hijau dan butir mengapur yang rendah serta rendemen giling tinggi.
-          alat dan cara panen,
Terjadinya potensi susut hasil terbesar yaitu pada saat pemotongan padi, penumpukan padi sementara dan pengumpulan hasil panen. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan panen dengan cara potong atas, kemudian hasil panen ditampung ke dalam karung plastik, dapat menampung gabah rontok antara 3-5%
-          alat perontok,
Alat  perontokan power thresher dengan cara umpan langsung atau umpan telan (through-in) memberikan harapan besar dalam usaha menekan terjadinya susut panen dan susut penumpukan sementara yang selama ini memberikan angka susut yang sangat besar.

Kegiatan pascapanen meliputi kegiatan pemanenan, perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan, dan pemasaran. Titik kritis kehilangan hasil terjadi pada tahapan pemanenan, penumpukan sementara hasil panenan padi dan perontokan padi untuk menghasilkan gabah. Penekanan kehilangan hasil yang dapat di lakukan terutama pada proses pemanenan dengan panen secara berkelompok dan perontokan padi dilakukan dengan menggunakan mesin perontok.

Di beberapa daerah penundaan perontokan atau terjadinya keterlambatan perontokan selalu terjadi. Beberapa hal yang mungkin terjadi selama proses penundaan antara lain :
(1) Kehilangan hasil yang disebabkan oleh gabah yang rontok selama penumpukan atau dimakan binatang
(2) Kerusakan gabah karena adanya reaksi enzimatis, sehingga gabah cepat tumbuh berkecambah, terjadinya butir kuning, berjamur atau rusak.

Perbaikan teknologi penundaan perontokan dapat dilakukan dengan cara : 
(1)  Menggunakan alas plastik pada saat penundaan perontokan padi
(2) Penundaan boleh dilakukan tetapi tidak boleh lebih dari satu malam dengan tinggi tumpukan padi tidak lebih dari 1 m.
 
Penyebab utama kehilangan hasil pada perontokan padi adalah :
(1) perilaku petani yang bekerja kurang hati-hati,
(2) cara penggebotan dan frekuensi pembalikan padi,
(3) kecepatan silinder perontok, disarankan menggunakan perputaran silinder antara 450 – 500 rpm
(4) besarnya alas plastik yang digunakan pada saat merontok.

Ketersediaan alat perontok yang memadai akan lebih mudah mengatasi terjadinya keterlambatan atau penundaan perontokan padi. Dampak yang lebih luas gabah yang dihasilkan mempunyai kualitas yang bagus sehingga dapat mendukung program penyediaan beras berkualitas, beras berlabel yang memenuhi standar SNI serta memberi nilai tambah kepada petani dengan harga jual yang tinggi.

Gabah yang terlambat dikeringkan akan berakibat tidak baik terhadap kualitas berasnya. Hal ini disebabkan gabah hasil panen dengan kadar air tinggi dan kondisi lembab mengalami respirasi dengan cepat. Akibatnya butir gabah busuk, berjamur, berkecambah maupun mengalami reaksi “browning enzimatis” sehingga beras berwarna kuning/kuning kecoklatan.

Kehilangan hasil pada tahapan penjemuran umumnya disebabkan oleh
(1) fasilitas penjemuran seperti lantai jemur maupun alas lainnya yang kurang baik, sehingga banyak gabah yang tercecer dan terbuang saat proses penjemuran dan
(2) adanya gangguan hewan seperti ayam, burung dan kambing.

Kehilangan hasil saat penyimpanan disebabkan oleh kondisi kemasan, tempat penyimpanan, gangguan hama dan penyakit gudang dan keadaan cuaca setempat. Kadar air gabah akan mengikuti kondisi keseimbangan udara luar. Untuk keperluan penyimpanan yang aman agar diperoleh mutu beras yang tinggi, maka diperlukan kadar air berkisar dari 12-14%.

Proses pengilingan adalah proses pengupasan gabah untuk menghasilkan beras yaitu dengan cara memisahkan lapisan lemma dan palea serta mengeluarkan biji beras. Rendemen giling sangat tergantung bahan baku, varietas, derajat masak, cara perawatan gabah dan konfigurasi penggilingan. Pada proses ini ada dua tipe alat penggilingan padi yang digunakan oleh petani yaitu : tipe penggilingan padi 1 phase (single pass) dan tipe penggilingan padi 2 phase (double pass). Penggilingan 1 phase yaitu proses pemecah kulit dan penyosoh menyatu, sehingga proses kerjanya, gabah masuk pada hoper pemasukan dan keluar sudah menjadi beras putih. Sedangkan pada penggilingan 2 phase, dipisahkan antara proses pemecah kulit dan proses penyosohan, sehingga merupakan dua tahap proses kegiatan.

Susut yang terjadi pada tahapan penggilingan umumnya disebabkan oleh penyetelan blower penghisap, penghembus sekam dan bekatul. Penyetelan yang tidak tepat dapat menyebabkan banyak gabah yang terlempar ikut kedalam sekam atau beras yang terbawa kedalam dedak. Hal ini menyebabkan rendemen giling rendah.

Kualitas beras akan ditentukan dalam proses penyosohan (polish). Proses yang baik akan menghasilkan beras dengan penampakan yang cerah dan mengkilat, derajat sosoh yang tinggi. Konfigurasi penggilingan akan berpengaruh terhadap kualitas beras yang ditentukan dengan besaran derajat sosoh, persentase beras pecah maupun butir menir yang terjadi.

Perbaikan sistem penanganan pasca panen padi telah banyak dilakukan dengan tujuan antara lain :
(1) mengurangi atau menekan susut hasil.
(2) mempertahankan kualitas gabah dan beras.
(3) meningkatkan rendemen giling.
(4) meningkatkan nilai tambah dan harga jual beras.

Dengan perbaikan sistem penanganan pasca panen diharapkan mampu untuk meningkatkan produksi beras secara nasional. Meskipun persentase kecil, bila dikalikan dengan jutaan ton juga akan menjadi puluhan bahkan ratusan ton.

Oleh : Aditya Reza Kusuma
           PP Swadaya Desa Boja

Sumber :
Nugraha, Sigit.  2012. Inovasi Teknologi Pascapanen untuk Mengurangi Susut Hasil dan Mempertahankan Mutu Gabah/Beras di Tingkat Petani. Buletin Teknologi Pascananen Pertanian Vol 8 (1), 2012.

Jumat, 21 September 2018

KEAMANAN PANGAN, PENTINGKAH ?



Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan tiga cemaran, yaitu cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Keamanan pangan sangat penting untuk diperhatikan terutama oleh para produsen pangan.
Pangan olahan yang diproduksi harus sesuai dengan Cara Pembuatan Pangan Olahan yang Baik.
Selain itu pangan harus layak dikonsumsi adalah pangan yang tidak busuk, tidak menjijikkan, dan bermutu baik, serta bebas dari Cemaran Biologi, Kimia dan Cemaran Fisik. Berikut dibahas satu persatu tentang cemaran tersebut.
a. Cemaran BIOLOGI
Bisa berupa bakteri, kapang, kamir, parasit, virus dan ganggang. Pertumbuhan mikroba bisa menyebabkan pangan menjadi busuk sehingga tidak layak untuk dimakan dan menyebabkan keracunan pada manusia bahkan kematian.
1. Faktor yang membuat bakteri tumbuh: pangan berprotein tinggi, kondisi hangat (suhu 40o - 60oC), kadar air, tingkat keasaman, waktu penyimpanan.
2. Cara pencegahan cemaran biologi :
      Beli bahan mentah dan pangan di tempat yang bersih.
      Beli dari penjual yang sehat dan bersih.
      Pilih makanan yang telah dimasak.
      Beli pangan yang dipajang, disimpan dan disajikan dengan baik.
      Konsumsi pangan secara benar.
      Kemasan tidak rusak.
      Tidak basi (tekstur lunak, bau tidak menyimpang seperti bau asam atau busuk).
      Jangan sayang membuang pangan dengan rasa menyimpang.
b. Cemaran KIMIA
Merupakan bahan kimia yang tidak diperbolehkan untuk digunakan dalam pangan. Cemaran kimia masuk ke dalam pangan secara sengaja maupun tidak sengaja dan dapat menimbulkan bahaya.
      Racun alami, contoh racun jamur, singkong beracun, racun ikan buntal, dan racun alami pada jengkol.
    Cemaran bahan kimia dari lingkungan, contoh: limbah industri, asap kendaraan bermotor, sisa pestisida pada buah dan sayur, deterjen, cat pada peralatan masak, minum dan makan, dan logam berat.
    Penggunaan Bahan Tambahan Pangan yang melebihi takaran, contoh: pemanis buatan, pengawet yang melebihi batas.
   Penggunaan bahan berbahaya yang dilarang pada pangan, Contoh: Boraks, Formalin, Rhodamin B, Methanil Yellow.

Cara pencegahan cemaran Kimia:
      Selalu memilih bahan pangan yang baik untuk dimasak atau dikonsumsi langsung.
      Mencuci sayuran dan buah-buahan dengan bersih sebelum diolah atau dimakan.
      Menggunakan air bersih (tidak tercemar) untuk menangani dan mengolah pangan.
  Tidak menggunakan bahan tambahan (pewarna, pengawet, dan lain-lain) yang dilarang digunakan untuk pangan.
   Menggunakan Bahan Tambahan Pangan yang dibutuhkan seperlunya dan tidak melebihi takaran yang diijinkan.
      Tidak menggunakan alat masak atau wadah yang dilapisi logam berat.
      Tidak menggunakan peralatan/pengemas yang bukan untuk pangan.
      Tidak menggunakan pengemas bekas, kertas koran untuk membungkus pangan.
      Jangan menggunakan wadah sterofoam atau plastik kresek (non food grade) untuk mewadahi pangan terutama pangan siap santap yang panas, berlemak, dan asam karena berpeluang terjadi perpindahan komponen kimia dari wadah ke pangan (migrasi).
c. Cemaran FISIK
Adalah benda-benda yang tidak boleh ada dalam pangan seperti rambut, kuku, staples, serangga mati, batu atau kerikil, pecahan gelas atau kaca, logam dan lain-lain.
Benda-benda ini jika termakan dapat menyebabkan luka, seperti gigi patah, melukai kerongkongan dan perut. Benda tersebut berbahaya karena dapat melukai dan atau menutup jalan nafas dan pencernaan.

Cara pencegahan cemaran Fisik : Perhatikan dengan seksama kondisi pangan yang akan dikonsumsi. 
Keamanan Pangan bila tidak diperhatikan dengan baik akan menyebabkan keracunan pangan yang dapat membahayakan kesehatan manusia bahkan mampu mengancam jiwa.

Keracunan Pangan
Keracunan Pangan adalah seseorang yang menderita sakit dengan gejala dan tanda keracunan yang disebabkan mengonsumsi pangan yang diduga mengandung cemaran biologis (mikroorganisme) atau kimia.
Jika terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit dengan gejala yang sama atau hampir sama setelah mengonsumsi pangan, dan pangan tersebut terbukti sebagai sumber keracunan, maka disebut Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan (KLB Keracunan Pangan).

OLeh : Zuni Fitriyantini, S.TP.
Sumber : Badan Pom