Jumat, 12 Januari 2018

KECIPIR, SAYURAN TAHUNAN NAN KAYA MANFAAT



Sebagai salah satu kekayaan hayati Indonesia, tanaman kecipir hampir tak terberdayakan bahkan hampir terlupakan di masyarakat. Hal ini disebabkan tanaman ini tidak dibudidayakan secara luas dan masih dilakukan secara tradisional. Pada umumnya kecipir ditanam sebagai tanaman pekarangan dan pemanfaatannya sebatas pada konsumsi rumah tangga. Di beberapa negara seperti Thailand, Srilanka, Malaysia, dan Philipina, kecipir dijual secara luas di pasar kecil sampai supermarket, tetapi budidaya di daerah tersebut juga belum dilakukan secara intensif.

Tanaman kecipir tumbuh merambat sehingga memerlukan bantuan penopang dalam penanamannya. Akarnya berupa akar tunggang dengan akar lateral yang panjang dan menebal serta mampu membentuk umbi. Karakter perakaran tersebut menyebabkan tanaman kecipir dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai kondisi lingkungan dan tanah, serta dapat bertahan dan tumbuh dengan baik di lingkungan kering. 

Semua bagian tanaman kecipir, kecuali batang, dapat dikonsumsi yaitu daun, bunga, polong muda, biji baik biji segar maupun kering dan umbi. Oleh karena itu, kalangan ilmuwan menyebut tanaman ini sebagai supermarket on the stalk. Pemanfaatan polong muda sebagai sayuran banyak dijumpai di Asia Tenggara, sedangkan masyarakat di dataran tinggi Papua New Guinea mengkonsumsi umbi, daun muda dan bunga kecipir.

Masyarakat juga memanfaatkan bagian-bagian tanaman kecipir sebagai bahan obat tradisional, misalnya untuk penambah nafsu makan, obat radang telinga, obat bisul, dan lain-lain. Beberapa manfaat lain dari kecipir ialah menyuburkan tanah karena kemampuannya mengikat nitrogen bebas dari udara, sebagai pakan ternak, tanaman penutup tanah dan dapat ditumpangsarikan dengan tanaman kehutanan. 

Sebagai supermarket on the stalk, kecipir merupakan sumber protein yang baik. Kandungan protein pada bunga 2,8-5,6; daun 5-7,6; polong muda 1,9-4,3; biji segar 4,6-10,7; biji kering 29,8-39 dan umbi 3-15, masing - masing dihitung sebagai gram per 100 gram bobot segar (Anonim 1981). 

Tingginya kandungan protein pada semua bagian tanaman kecipir mungkin berhubungan dengan kemampuan akar tanaman ini untuk mengikat nitrogen dari udara bebas. Selain protein yang tinggi, pucuk muda (daun muda) yang dimanfaatkan sebagai sayuran daun juga mempunyai kandungan vitamin A sebesar 20.000 international units per 100 gram bagian (Anonim 1981 dan Herath 1993). Melihat kandungan protein dan vitamin A yang tinggi tersebut, tanaman kecipir sangat cocok untuk dikembangkan lebih serius di negara-negara berkembang seperti Indonesia, untuk memenuhi asupan nutrisi melalui penganekaragaman makanan baik bahan maupun penyajiannya.

Minyak biji kecipir kaya akan tokoferol (vitamin E) yang berfungsi sebagai antioksidan. Biasanya minyak biji kecipir diekstrak dari biji kecipir yang sudah tua. Tokoferol dapat mengkatalisis vitamin A dalam tubuh. Beberapa vitamin lain yang terdapat pada kecipir, ialah thiamin, riboflavin, niasin, dan asam askorbat.

Selain itu, kecipir juga mengandung mineral-mineral penting seperti kalsium, zink, sodium, potasium, magnesium, fosfor, dan besi. Zat besi penting untuk pembentukan hemoglobin darah. lbu hamil dan menyusui disarankan mengkonsumsi kacang-kacangan seperti kecipir, untuk mencegah anemia akibat kekurangan zat besi. Adapun kandungan fosfor yang tinggi pada kecipir kurang dapat digunakan sebagai sumber mineral karena sebagian besar terdapat dalam bentuk terikat bersama asam fitat. Ikatan mineral dan fitat membentuk garam yang sukar dicerna dan diserap oleh usus. Akan tetapi hal ini dapat diatasi dengan fermentasi. Proses fermentasi pada pembuatan tempe mampu melepaskan ikatan fosfor dengan fitat. Jamur pada pembuatan tempe menghasilkan enzim fitase, yang mampu memecah fitat, sehingga fosfor terlepas sehingga dapat digunakan tubuh. 
 
Keunggulan lain ialah kecipir adalah mengandung asam behenat yaitu asam lemak yang tidak diserap usus sehingga tidak menyebabkan kegemukan bila dikonsumsi dalam jumlah banyak oleh manusia. Biji kecipir memiliki kandungan protein, minyak/lemak dan komposisi asam amino yang sangat mirip dengan kedelai. Pada lingkungan tropik yang lembab, kedelai sulit dibudidayakan dengan baik. Oleh sebab itu, kecipir dapat menjadi alternatif yang potensial untuk dibudidayakan di Indonesia dibandingkan dengan kedelai.

Walaupun disebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu pusat keragaman kecipir, keberadaan kecipir lokal saat ini semakin terancam. Beberapa faktor yang mempercepat hilangnya kecipir lokal ini ialah:
-     Rendahnya tingkat konsumsi kecipir oleh masyarakat
-  Belum luasnya sosialisasi manfaat kecipir baik sebagai sayuran maupun obat oleh lembaga dan institusi terkait di tingkat masyarakat
-  Bergesernya pola konsumsi masyarakat dari sayuran lokal tradisional ke sayuran introduksi
-    Berkurangnya lahan dan pekarangan yang biasa ditanami kecipir karena beralih fungsi menjadi pemukiman maupun usaha lain
-     Penggantian tanaman kecipir dengan jenis tanaman lain yang menurut masyarakat lebih bernilai ekonomis

Oleh : Zuni Fitriyantini, S.TP.
Sumber : http://balitsa.litbang.pertanian.go.id/ind/images/Iptek%20Sayuran/01.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar