Selasa, 05 Oktober 2021

PEMANGKASAN PADA KAKAO

 

Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komuditas perkebunan yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Kakao adalah tanaman tahunan yang dapat mulai berbuah pada umur 4 tahun, dan apabila dikelola secara tepat maka masa produksinya dapat bertahan lebih dari 25 tahun. Masalah klasik yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya produktivitas yang secara umum rataratanya 900 kg/ha. Faktor penyebabnya adalah penggunaan bahan tanaman yang kurang baik, teknologi budidaya yang kurang optimal, umur tanaman serta masalah serangan hama penyakit. Salah satu usaha perbaikan produktivitas tanaman kakao dalam teknologi budidaya adalah pemangkasan. 

Bagi tanaman kakao, pemangkasan adalah suatu usaha meningkatkan produksi dan mempertahankan umur ekonomis tanaman. Secara umum, pemangkasan bertujuan untuk:

-          Mendapatkan pertumbuhan tajuk yang seimbang dan kokoh.

-          Mengurangi kelembaban sehingga aman dari serangan hama dan penyakit.

-          Memudahkan pelaksanaan panen dan pemeliharaan.

-          Mendapatkan produksi yang tinggi .

 Pemangkasan pada tanaman kakao terbagi menjadi 3 macam, yaitu pemangkasan bentuk, pemangkasan produksi dan pemangkasan pemeliharaan. Berikut akan dibahas satu persatu jenis pemangkasan pada tanaman kakao.

 1.  Pemangkasan Bentuk

Pemangkasan bentuk dilakukan pada tanaman kakao yang belum menghasilkan (TBM). Tujuan pemangkasan bentuk adalah untuk membentuk tanaman dan tajuk kakao sehingga memacu perkembangan cabang sekunder yang menghasilkan banyak buah. 

      Pemangkasan bentuk meliputi dua tahap, yaitu pangkas pucuk dan pangkas bentuk tajuk.

Pada tahap pertama, ujung cabang baru yang sedang tumbuh dihilangkan untuk memacu pertumbuhan cabang samping. Empat atau lima cabang-cabang ini diseleksi dan dipelihara menjadi cabang primer untuk menunjang kehidupan pohon kakao dalam tahap pemangkasan kedua. Pemangkasan ini dilakukan pada waktu 3–6 bulan setelah tanam.

 

Pada pemangkasan bentuk tajuk, cabang yang ada di bawah dan yang menggantung dibuang. Hal ini akan merangsang pembentukan tajuk yang baik dan kuat. Cabang - cabang lateral 40–60 cm di atas tanah (cabang-cabang setinggi di bawah lutut) dipotong untuk merangsang cabang utama dengan jarak yang cukup. Cabang yang merendah dan menggantung dipangkas untuk membentuk tajuk yang melingkar/sirkuler. Tinggalkan empat atau lima cabang utama dengan jarak yang sama dari jorket (titik tempat keluarnya cabang kipas pada batang utama) untuk memacu penutupan tajuk.

  

2.  Pemangkasan Produksi

Pemangkasan produksi dilakukan pada  cabang-cabang yang tidak produktif, tumbuh ke arah dalam, menggantung, atau cabang kering, menambah kelembaban, dan dapat mengurangi intensitas matahari bagi daun. Pemangkasan ini dilakukan setelah puncak panen karena termasuk pangkas berat. Tujuan utama pemangkasan ini adalah untuk memicu pertunasan agar lebih intensif.

3.  Pemangkasan Pemeliharaan


   Pemangkasan pemeliharaan dilakukan untuk menghilangkan cabang-cabang yang tidak       perlu atau yang tidak dikehendaki, seperti misalnya tunas-tunas air, cabang mati, cabang         rusak, cabang sakit, dll. Pemangkasan ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali.

    Dengan pemangkasan yang rutin maka bentuk pohon kakao terjaga dengan baik sehingga mampu menghasilkan buah lebih banyak. Pemangkasan yang benar akan menghasilkan pohon yang seragam serta tajuk terbuka yang memungkinkan udara dan sinar matahari masuk ke tajuk. Hal ini membantu melindungi dari serangan hama dan penyakit.

Oleh : Zuni Fitriyantini, S.TP. 
Dari berbagai sumber

Jumat, 13 Agustus 2021

PENERAPAN IP-400 PADA PADI

Perluasan areal tanam dan peningkatan produktivitas padi saat ini menjadi tumpuan besar pemerintah Indonesia untuk meningkatkan produksi padi nasional. Upaya Pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid 19, ketersediaan dan kecukupan pangan khususnya beras menjadi prioritas untuk mengantisipasi kerawanan pangan mendorong peningkatan produktivitas dan perluasan tanam padi perlu didukung oleh tersedianya teknologi budidaya yang efektif. Penggunaan teknologi budidaya padi yang efektif menjadi salah satu kunci keberhasilan peningkatan produksi padi nasional. Ketersediaan varietas unggul dan memanfaatkan kearifan lokal dengan pengembangan varietas padi lokal menjadi salah satu kunci keberhasilan peningkatan produksi padi nasional.

Salah satu yang dapat dilakukan adalah melakukan kegiatan intensifikasi budidaya padi dengan model Dem Area IP-400. Dasar pertimbangan adalah tersedianya varietas padi umur sangat genjah sampai ultra genjah dan teknologi terapan lain yang dapat mendorong peningkatan indeks pertanaman. Melalui Dem Area IP-400 diharapkan selain dapat meningkatan produksi melalui optimalisasi pemanfaatan lahan dan dapat meningkatan pendapatan serta menambah lapangan pekerjaan di pedesaan sehingga urbanisasi ke perkotaan dapat diminimalisir.

Budidaya Model IP-400 merupakan upaya untuk mendorong petani menanam dan memanen padi 4 kali dalam setahun pada hamparan yang sama. Hal tersebut belum lazim dilakukan oleh petani pada umumnya yang melakukan penanaman padi maksimal 3 kali dalam setahun apabila air mencukupi. Oleh karena itu diperlukan strategi khusus agar pelaksanaan budidaya IP-400 dapat berjalan dengan baik.

Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk penerapan IP-400 pada padi yaitu :

1.  Ketersediaan air

Pastikan air tersedia sepanjang tahun pada areal lahan yang akan digunakan untuk IP-400. Air merupakan salah satu faktor utama dalam budidaya padi. Meskipun tanaman padi tidak selalu membutuhkan air pada setiap fase pertumbuhannya, akan tetapi pada waktu olah tanah kebutuhan air sangat banyak. Sumber air dapat dari air irigasi, pompanisasi, sumur pantek, submersible pump, atau sumber pengairan lainnya. 

2.  Penggunaan varietas umur sangat genjah

Untuk mempersingkat musim tanam agar dapat ditanami sampai 4 x dalam setahun maka keberadaan varietas umur sangat genjah merupakan syarat mutlak dalam penerapan IP-400. Varietas benih yang digunakan adalah benih varietas umur sangat genjah (VUSG) yang memiliki umur tanaman 90-104 hari setelah semai (HSS) atau varietas umur ultra genjah (VUUG) yang memiliki umur tanaman <90 HSS. Beberapa varietas sangat genjah yang ada pada saat ini antara lain Cakra buana (104HSS), Pajajaran (105HSS), Siliwangi (111HSS), Inpari Sidenuk (103HSS), Inpari 12 (99HSS), Inpari 13 (99 HSS), Inpari 18 (102 HSS), Inpari 19 (104 HSS), Inpari 20 (104 HSS), Inpari 33 (100 HSS), Dodokan (100 HSS), Silugonggo (85 HSS), dan M70D (87HSS).

Selain varietas sangat genjah, penggunaan varietas genjah pada 1 atau 2 musim tanam masih dapat dilakukan. Varietas Genjah yang ada di pasaran antara lain Ciherang (116-125HSS), Mekongga (116-125HSS), Inpari 32 (120 HSS), Inpari 42 (112 HSS), Situ Bagendit (110-120 HSS).

Pergiliran varietas sangat diperlukan pada pola pertanaman padi-padi-padi-padi untuk mencegah ledakan hama dan penyakit tertentu dan juga menyesuaikan waktu produksi tertinggi didapat. Pada MH I diupayakan memilih varietas padi yang tahan wereng dan tahan beberapa penyakit. Pada MK I dan MK II diupayakan menggunakan varietas sangat genjah dan relatif tahan kekeringan. Pemilihan varietas juga memperhatikan keberadaan hama dan penyakit endemik.

3.  Persemaian di luar lahan

Pembuatan persemaian di luar lahan sawah dapat mengurangi waktu musim tanam sekitar 20 hari. Persemaian dibuat minimal 15 hari menjelang panen agar setelah panen dan olah tanah dilakukan, bibit siap untuk dipindah tanam. Bila dikalikan 4 x musim tanam maka dapat 80 hari yang dapat digunakan untuk musim tanam ke 4.

Apabila persemaian diluar lahan mengalami kesulitan, maka alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan persemaian sistem culik. Persemaian ini dilakukan dengan memanen padi lebih awal pada bidang sawah yang akan dijadikan tempat persemaian sedangkan bidang sawah lainnya dipanen sesuai dengan waktu panen biasanya.

4.  Pengolahan lahan

Pengolahan lahan dalam penerapan IP-400 sangat mengedepankan kecepatan olah tanah dan mobilisasi alsintan. Kecepatan pengolahan tanah menggunakan alsintan dapat memperpendek musim tanam sehingga dapat dilakukukan penanaman 4 x dalam setahun.

5.  Pemupukan

Pemupukan untuk penerapan IP-400 harus diperhatikan dengan seksama agar tanaman tidak kekurangan maupun kelebihan hara tertentu. Pengukuran kadar hara tanah secara tepat dapat menghindari kemungkinan terjadinya kelebihan dan kekurangan hara yang berpotensi mengganggu pertumbuhan tanaman. Badan Litbang Pertanian telah mengembangkan alat ukur kadar hara yang dapat dilakukan secara cepat dengan menggunakan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). Instrumen pengujian tanah ini dapat digunakan secara praktis, efisien dan dapat dilakukan secara langsung di lapangan. Hasil pengujian menggunakan PUTS menetapkan kadar unsur hara N, P, K dan pH tanah dalam 3 (tiga) kelas, rendah, sedang dan tinggi. Selain itu, PUTS juga menetapkan rekomendasi pemupukan sesuai dengan hasil pengujian sehingga dapat memaksimalkan pemanfaatan unsur hara tanah. Pupuk organik dapat diberikan pada saat atau sebelum pengolahan tanah, terutama diperlukan pada tanah-tanah dengan kandungan bahan organic rendah (< 1%). Penambahan pupuk hayati dan mikro pada penerapan IP-400 dilakukan untuk mendukung ketersediaan hara yang dibutuhkan oleh tanaman padi agar mampu berproduksi secara maksimal.

6.  Pengendalian OPT

Pengendalian OPT pada penerapan IP-400 sama dengan budidaya padi biasanya. Kunci sukses pengendalian OPT adalah pengamatan mingguan secara berkala. Dengan adanya pengamatan yang dilakukan secara terus menerus maka petani dapat mengetahui dengan pasti kondisi perkembangan OPT yang ada di lahan sawahnya sehingga dapat melakukan pengendalian secara dini apabila dibutuhkan dengan pestisida yang tepat. Hal tersebut memperkecil resiko kehilangan hasil akibat serangan OPT. Penerapan 6 tepat ( tepat sasaran, tepat jenis, tepat dosis, tepat waktu, tepat cara, dan tepat mutu ) penggunaan pestisida juga tidak boleh ditinggalkan.

7.  Penanganan Panen

Panen dalam penerapan IP-400 diharapkan dapat menggunakan mekanisasi pertanian untuk mempercepat waktu panen dan efektivitas pelaksanaan. Panen harus dilakukan dengan menggunakan combine harvester atau minimal power thresher. Pemanenan secara manual memerlukan waktu yang lebih lama, sehingga berpotensi menyebabkan keterlambatan pelaksanaan tanam pada musim tanam berikutnya.


Hal – hal yang harus diperhatikan tersebut merupakan kunci sukses penerapan IP-400. Karena pada dasarnya kegiatan IP-400 adalah memperpendek umur tanam tiap musim dengan penggunaan varietas sangat genjah, persemaian di luar musim, pengolahan lahan dan panen menggunakan mekanisasi pertanian. Ketersedian unsur hara di dalam tanah juga perlu dilakukan pengecekan agar tidak terjadi kekurangan maupun kelebihan unsur hara tertentu guna meningkatkan efektiftas dan efisiensi penanaman padi menggunakan IP-400.

Oleh      : Zuni Fitriyantini, S.TP.

Sumber : Direktur Jenderal Tanaman Pangan, 2021. Petunjuk Pelaksanaan Dem Area IP-400 Tahun 2021. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Kamis, 08 Juli 2021

FERMENTASI PADA KAKAO

 

Kakao merupakan komoditas perkebunan yang menjadi salah satu andalan ekspor Indonesia. Produksi biji kakao Indonesia secara signifikan terus meningkat, namun mutu yang dihasilkan sangat rendah dan beragam, antara lain kurang terfermentasi, tidak cukup kering, ukuran biji tidak seragam, kadar kulit tinggi, keasaman tinggi, cita rasa sangat beragam dan tidak konsisten. Hal tersebut tercermin dari harga biji kakao Indonesia yang relatif rendah dan dikenakan potongan harga dibandingkan dengan harga produk sama dari negara produsen lain. Namun disisi lain kakao Indonesia juga mempunyai keunggulan yaitu mengandung lemak coklat dan dapat menghasilkan bubuk kakao dengan mutu yang baik.

Salah satu cara untuk meningkatkan mutu biji kakao adalah dengan melakukan fermentasi pada biji kakao hasil panen. Hal ini belum terlalu diperhatikan oleh petani karena tidak signifikannya perbedaan harga antara biji kakao bermutu rendah dan bermutu tinggi. Dengan akan dibangunnya pabrik pengolahan kakao di Kabupaten Batang diharapkan harga biji kakao ditingkat petani dapat meningkat serta  pengepul akan mulai memberikan perbedaan harga yang signifikan untuk biji kakao dengan mutu tinggi. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang fermentasi pada kakao untuk memperoleh biji kakao yang bermutu.

FERMENTASI BIJI KAKAO

Fermentasi merupakan inti dari proses pengolahan biji kakao. Proses ini tidak hanya bertujuan untuk membebaskan biji kakao dari pulp(daging buah) dan mematikan biji saja, namun tujuan dari proses fermentasi ini terutama untuk memperbaiki dan membentuk cita rasa dan aroma cokelat yang enak dan menyenangkan serta mengurangi rasa sepat dan pahit.

Fermentasi dimaksudkan untuk memudahkan melepas zat lendir dari permukaan kulit biji dan menghasilkan biji dengan mutu dan aroma yang baik. Selain itu juga menghasilkan biji yang tahan terhadap hama dan jamur, selama penyimpanan dan menghasilkan biji dengan warna yang cerah dan bersih. Fermentasi dilakukan untuk memperoleh biji kakao kering yang bermutu baik dan memiliki aroma serta cita rasa khas coklat. 

Fermentasi adalah proses perombakan gula dan asam sitrat dalam pulp menjadi asam-asam organik yang dilakukan oleh mikrobia pelaku fermentasi. Asam-asam organik tersebut akan menginduksi reaksi enzimatik yang ada di dalam biji sehingga terjadi perubahan biokimia yang akan membentuk senyawa yang memberi aroma, rasa, dan warna pada kakao.

TAHAPAN PROSES FERMENTASI PADA KAKAO

Proses fermentasi pada kakao melalui 3 tahapan, yaitu :

1)      Tahap anaerobic. Pada tahap ini terjadi konversi gula menjadi alkohol dalam kondisi rendah oksigen dan pH dibawah 4.

2)     Tahap Lactobacillus lactis yang keberadaannya mulai dari awal fermentasi, tetapi hanya menjadi dominan antara 48 dan 96 jam. Lactobacillus lactis mengkonversi gula dan sebagian asam organik menjadi asam laktat.

3)    Tahap bakteri asam asetat, dimana keberadaan bakteri asam asetat juga terjadi selama fermentasi, tetapi peningkatan aerasi. Bakteri asam asetat berperan dalam mengkonversi alkohol menjadi asam asetat. Konversi tersebut akibat reaksi eksotermik yang sangat kuat yang berperan dalam peningkatan suhu. Pada tahap ini suhu bisa mencapai 50 °C atau lebih tinggi pada sebagian fermentasi. 

METODE FERMENTASI PADA KAKAO

Fermentasi dapat dilakukan dalam kotak, dalam tumpukan maupun dalam keranjang. Syarat utama dari alat sebagai wadah fermentasi, yaitu : dapat menampung biji kakao basah/segar dalam jumlah tertentu, memiliki lubang pembuangan (aerasi) bagi pulp, dapat menyimpan panas, serta tahan untuk digunakan beberapa kali proses fermentasi. Fermentasi harus dilakukan ditempat teduh agar terlindung dari hujan dan cahaya matahari langsung. Beberapa metode fermentasi yang dapat dipilih oleh petani antara lain :

1.  Fermentasi kotak

Kotak dibuat dari kayu dengan lubang didasarnya untuk membuang cairan fermentasi atau keluar masuknya udara. Biji ditutup dengan daun pisang atau karung goni untuk mempertahankan panas. Selanjutnya diaduk setiap hari atau dua hari selama waktu 6-8 hari. Kotak yang kedalamannya 42 cm cukup diaduk sekali saja selama 2 hari. Tingkat keasamannya lebih rendah dibandingkan lebih dari 42 cm. Fermentasi tidak boleh lebih dari 7 hari. Setelah difermentasi biji kakao segera dikeringkan.

2.  Fermentasi tumpukan

Fermentasi tumpukan dilakukan dengan cara menimbun atau menumpuk biji kakao segar di atas daun pisang hingga membentuk kerucut. Permukaan atas ditutup daun pisang atau lainnya yang memungkinkan udara masuk, kemudian ditindih dengan potongan kayu. Pada metode ini, fermentasi dilakukan selama 6 hari dengan pengadukan dua kali. 

3.  Fermentasi keranjang

Fermentasi dalam keranjang dilakukan didalam keranjang bambu atau rotan yang telah dilapisi daun pisang dengan kapasitas lebih dari 20 kg. Permukaan biji ditutup daun pisang atau karung. Pengadukan dilakukan setelah 2 hari fermentasi. Caranya dipindahkan ke keranjang lain atau ditempat yang sama kemudian ditutup kembali. Lama fermentasi tidak boleh lebih dari 7 hari. 

PERENDAMAN DAN PENCUCIAN BIJI KAKAO

Tujuan perendaman dan pencucian adalah menghentikan proses fermentasi dan memperbaiki kenampakan biji. Sebelum pencucian dilakukan perendaman ± 3 jam untuk meningkatkan jumlah biji bulat dengan kenampakan menarik dan warna coklat cerah. Pencucian dapat dilakukan secara manual (dengan tangan) atau menggunakan mesin pencuci. Pencucian yang terlalu bersih sehingga selaput lendirnya hilang sama sekali, selain menyebabkan kehilangan berat juga membuat kulit biji menjadi rapuh dan mudah terkelupas. Umunya biji kakao yang dicuci adalah jenis edel sedangkan jenis bulk tergantung pada permintaan pasar. 

PENGERINGAN

Pengeringan berpengaruhi penting terhadap cita rasa dan mutu biji kakao. Pelaksanaan pengeringan dapat dilakukan dengan menjemur, memakai mesin pengering atau kombinasi keduanya. Pada proses pengeringan terjadi sedikit fermentasi lanjutan dan kandungan air menurun dari 55- 60 % menjadi 6-7 %, selain itu terjadi pula perubahan-perubahan kimia untuk menyempurnakan pembentukan aroma dan warna yang baik. 

Suhu pengeringan sebaiknya antara 55-66 ºc dan waktu yang dibutuhkan bila memakai mesin pengering antara 20-25 jam, sedang bila dijemur waktu yang dibutuhkan ± 7 hari apabila cuaca baik,tetapi apabila banyak hujan penjemuran ± 4 minggu. Bila biji kurang kering pada kandungan air diatas 8% biji mudah ditumbuhi jamur.

Demikian penjelasan proses fermentasi pada kakao untuk meningkatkan kualitas biji kakao yang dihasilkan sehingga diperoleh produk coklat dengan mutu tinggi. Semoga bermanfaat.

Oleh      : Zuni Fitriyantini, S.TP.

Sumber : Suci, Y.T., 2010. Fermentasi Kakao. BPTP Jambi.

Rabu, 02 Juni 2021

PEMILIHAN BIBIT TANAMAN BUAH

 

Pohon buah – buahan yang ditanam pada era saat ini kebanyakan berasal dari bibit hasil okulasi maupun cangkok. Sangat jarang petani yang menanam langsung dari biji. Sudahkah kita memilih bibit yang mau ditanam dengan baik? Artikel kali ini akan membahas masalah tersebut.

Bibit adalah tanaman kecil yang telah memiliki akar, batang dan daun yang sempurna. Pemilihan bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor penentu produktivitas tanaman. Sumber bibit dan kondisi bibit sangat berpengaruh pada fase pertumbuhan tanaman berikutnya.

Untuk meningkatkan keberhasilan tanaman, maka sebelum penanaman perlu dilakukan seleksi bibit. Bibit yang layak ditanam harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut :

  • Bibit berasal dari indukan yang unggul. Dengan indukan yang unggul diapstikan bibit memiliki sifat yang diinginkan oleh petani.
  • Pangkal batang bibit telah berkayu dan memenuhi tinggi minimal 30 cm. Hal ini menunjukan kesiapan bibit untuk ditanam di lahan.
  • Bibit sehat dan seragam. Pertumbuhan tanaman diharapkan dapat lebih terlihat.
  • Bibit tidak sedang memiliki daun muda. Penanaman bibit dengan kondisi tersebut akan lebih tahan terhadap perubahan cuaca terutama terik sinar matahari.
  • Media perakaran bibit kompak, artinya jika polybag dilepas maka media tanaman tidak hancur/lepas tetapi tetap kompak. Media yang hancur akan menyebabkan banyak akar putus sehingga dapat menyebabkan kematian saat ditanam di lahan.
  • Batang utama bibit lurus dan tidak bercabang. Hal ini akan membuat dasar pohon yang bagus untuk pembentukan tajuk.
  • Bagian pucuk bibit tidak patah atau mati, karena akan menyebabkan banyak tumbuh trubusan. Tumbuh trubusan akan mengakibatkan bentuk tanaman tidak beraturan apabila tidak dibuang.

Dengan kriteria diatas, bisa dipastikan bibit yang akan ditanam dalam kondisi prima. Apabila bibit tidak segera ditanam, simpanlah bibit pada daerah yang terkena sinar matahari pagi tapi memiliki naungan dari terik matahari siang. Pastikan media tanam bibit dalam kondisi lembab, jangan sampai terjadi kekeringan yang mengakibatkan kelayuan bibit.  

Demikian pembahasan tentang pemilihan bibit tanaman buah dengan baik. Semoga bermanfaat.

Oleh               : Zuni Fitriyantini, S.TP.

Sumber          :

PNPM-LMP, 2012. Manual Pelatihan Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan

                                PNPM-LMP. DANIDA. Jakarta.

Jumat, 21 Mei 2021

PASCA PANEN PISANG

Pisang merupakan buah tropis yang sangat akrab dengan masyarakat Indonesia. Keberadaannya bisa disebut sebagai buah rakyat karena mudah ditemui dimana saja tidak memandang status sosialnya. Selain itu pisang juga merupakan buah dengan kandungan vitamin lengkap dan tingkat kecernaan tinggi.

Di daerah sentra buah pisang, ketersediaan buah pisang seringkali dalam jumlah banyak dan keragaman varietas yang luas sehingga dapat membantu mengatasi kerawanan pangan. Pisang dapat digunakan sebagai alternatif pangan pokok karena mangandung karbohidrat yang tinggi, sehingga dapat menggantikan sebagian konsumsi beras dan terigu. Untuk keperluan tersebut, digunakan buah pisang mentah yang kemudian diolah menjadi berbagai produk, baik melalui pembuatan gaplek dan tepungnya maupun olahan langsung dari buahnya.

Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan energi yang cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan yang lain. Pisang kaya mineral seperti kalium, magnesium, besi, fosfor dan kalsium, juga mengandung vitamin B, B6 dan C serta serotonin yang aktif sebagai neutransmitter dalam kelancaran fungsi otak. Nilai energi pisang rata-rata 136 kalori untuk setiap 100 g sedangkan buah apel hanya 54 kalori. Karbohidrat pada pisang merupakan komplek tingkat sedang dan tersedia secara bertahap, sehingga dapat menyediakan energi dalam waktu yang tidak terlalu cepat. Bila dibandingkan dengan jenis makanan lainnya, mineral pisang khususnya besi dapat seluruhnya diserap oleh tubuh.

Potensi buah pisang segar yang bisa diperdagangkan untuk pasar dalam negeri dan luar negeri sangat besar, mengingat potensi produksi dan areal yang luas ada di Indonesia. Namun, untuk pengembangan potensi tersebut perlu banyak perbaikan, tidak hanya pada budidaya agar menghasilkan buah bermutu, tetapi juga perbaikan penanganan pascapanen karena masih banyak diabaikan. Hal ini menyebabkan keadaan buah pisang yang umumnya dihasilkan para petani memiliki kualitas yang rendah dicirikan dengan ketuaan yang beragam, penampilan buah tidak mulus dan masa segar yang pendek karena cepat rontok. Untuk mendapatkan buah pisang segar matang dengan kualitas tinggi, perhatian harus diberikan sejak penentuan buah untuk dipanen, kebersihan dan pencegahan serangan busuk buah, penanganannya sampai tempat tujuan dan proses pematangannya.

Untuk mempertahankan mutu buah pisang setelah panen, maka penanganan yang baik harus dilakukan sejak panen. Buah setelah panen dikumpulkan di tempat yang teduh, terlindung dari panas. Tandan buah pisang diletakkan berjajar, tidak bertumpuk, dan harus dihindari penetesan getah dari tangkai yang menodai buah pisang, karena penampilan buah menjadi kotor.

Proses pemotongan sisir buah pisang dilakukan untuk menjaga kualitas dalam pemeraman maupun pengiriman. Biasanya pada saat dipotong, tiap sisir akan mengeluarkan getah. Untuk membekukan getah dan sekaligus membersihkan debu dan kotoran yang melekat pada permukaan buah, sisir-sisir pisang segera dimasukkan dalam bak berisi air. Untuk mengendalikan busuk yang disebabkan serangan penyakit pascapanen dapat digunakan salah satu dari beberapa fungisida atau tanpa bahan kimia yaitu menggunakan pencelupan dengan air panas 55oC selama 2 menit.

Pengemasan buah pisang ditujukan untuk melindungi buah dari kerusakan mekanis dan memudahkan penanganan selama pengangkutan untuk distribusi dan pemasaran. Kemasan yang baik juga mampu mengeluarkan panas dan uap air yang dihasilkan oleh buah pisang yang tetap melakukan respirasi. Untuk kemasan buah pisang, terdapat bermacam-macam bentuk, ukuran, dan bahan kemasan. Paling sederhana dan masih banyak digunakan adalah keranjang terbuat dari anyaman bambu, kotak dari kayu, dan kotak dari karton. Apapun kemasannya, yang penting kemasan harus mampu memberikan perlindungan pada buah pisang dari kerusakan seperti luka, tertusuk, dan memar.

Proses pemeraman pisang merupakan salah satu faktor kunci dalam menghasilkan pisang bermutu tinggi. Pada praktek dilapangan, pemeraman dilakukan pedagang di pasar tujuan, bukan petani pisang. Hal ini untuk mengurangi tingkat kerusakan pada waktu pengangkutan karena pisang yang sudah masak akan sangat mudah rusak.

Pemeraman pada lingkungan suhu sejuk dapat menghasilkan pisang matang dengan penampilan kulit buah kuning, namun daging buah masih keras. Pemeraman setidaknya dilakukan sampai buah memiliki indeks warna 3, dimana kondisi buah sudah mulai menguning namun tekstur masih keras dan tahan untuk dikirimkan ke tempat pemasaran.

Stimulasi pematangan sering dilakukan dengan menggunakan gas etilen, gas karbit atau ethrel. Jika menggunakan gas etilen dengan waktu kontak cukup 24 jam. Kesempurnaan hasil pemeraman dipengaruhi oleh dosis bahan pemacu pematangan, suhu, kelembaban dan sirkulasi udara. Proses pematangan yang berjalan sempurna (suhu sejuk, kelembaban tinggi, ventilasi udara di tempat pemeraman baik, dosis bahan pemacu pematangan tepat) menghasilkan warna kulit buah pisang kuning merata, rasa buah manis, aroma kuat dan tidak mudah rontok. Dibutuhkan pengalaman untuk mampu melakukan pemeraman pisang dengan sempurna.

Memperpanjang daya simpan buah pisang berarti mempertahankan buah pisang tetap segar, sehat, dan berwarna hijau dan bertujuan untuk pengaturan distribusi atau pemasaran. Hal ini berkaitan dengan upaya:

  1. menekan aktivitas biologis dengan mempertahankan temperatur rendah yang sesuai (tidak menyebabkan chilling injury) dan mengendalikan komposisi udara lingkungan;
  2. menekan pertumbuhan mikroorganisme perusak dengan mempertahankan temperatur rendah;
  3. menekan penguapan air dari buah dengan mengurangi perbedaan suhu buah dengan suhu lingkungan dan mempertahankan kelembaban tinggi pada ruangan penyimpanan

Sayangnya teknologi memperpanjang daya simpan pisang membutuhkan input investasi yang tinggi sehingga belum banyak dilakukan oleh penjual pisang. Salah satu cara yang dilakukukan untuk menanggulangi hal tersebut adalah dengan melakukan proses pengolahan pisang menjadi sale, sirup, sari buah maupun dodol pisang.

Demikian pembahasan tentang pasca panen pisang. Semoga bermanfaat.

 Oleh               : Zuni Fitriyantini, S.TP.

Sumber          :

Prabawati, S, Suyanti dan D.A. Setyabudi, 2008. Teknologi Pascapanen dan Teknik Pengolahan Buah Pisang. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.